Jumat, 03 Maret 2017

Makalah Hukum Pajak Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak



BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Dalam tiap-tiap masyarakat, dimana ada hubungan antara manusia dengan manusia, selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji/upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan. Hal ini tidak saja berlaku dalam hukum publik. Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam bentuk pajak untuk membantu negara dalam meningkatkan kesejahteraan umum.
Masalah pajak adalah masalah bernegara dan setiap orang yang hidup dalam suatu negara harus berurusan dengan pajak, oleh karena itu masalah pajak juga menjadi masalah seluruh rakyat dalam negara tersebut. Dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting, disamping migas. Hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bahwa setiap tahun, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi pemerintah. Pemungutan pajak dilakukan oleh pemerintah berdasarkan keadilan dan kepastian hukum bagi pembayar pajak.
Pajak adalah iuran wajib kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh Wajib Pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.[1] Jadi, pungutan lebih luas dari pajak, yang dimaksud pungutan adalah memperoleh sejumlah uang/barang oleh penguasaan public dari rumah tangga swasta dengan menggunakan kekuasaan politik atau ekonomis yang timbul karena kekuasaan politik tersebut, menurut norma yang ditetapkan.

Dari definisi pajak di atas, selalu berkaitan dengan kata “paksa” dan “imbalan” melalui ungkapan “iuran yang dapat dipaksakan” dan “tanpa jasa timbal balik yang dapat ditunjuk”. Maksud dari kalimat-kalimat tersebut adalah iuran yang dapat dipaksakan mengandung arti bahwa karena kekuatan Undang-undang Pajak, maka rakyat yang karena ketentuan di dalamnya wajib membayar pajak mau tidak mau harus memenuhi kewajibannya.
Dalam hal ini pemerintah dapat memaksa Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan sita. Tanpa rasa timbal balik yang dapat ditunjuk mengandung arti, bahwa setiap Wajib Pajak yang membayar pajak kepada negara tidak akan memperoleh balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi secara tidak langsung Wajib Pajak memperoleh pelayanan pemerintah yang ditunjukkan kepada seluruh anggota masyarakat (baik yang membayar pajak maupun yang tidak) melalui pembangunan.
Pajak memiliki dua fungsi yang pertama adalah fungsi budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Fungsi yang kedua adalah fungsi mengatur (regulered) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaaan pemerintah. Fungsi mengatur sangat penting peranannya sebagai alat kebijaksanaan pemerintah (fiskal policy) dalam menyelenggarakan politiknya dalam segala bidang. Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis sangat tertarik dengan masalah tersebut dan ingin membahas dengan judul “intensifikasi dan ekstensifikasi pajak”.

B. RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak?
2.      Apa manfaat Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak di masyarakat?
3.      Apa contoh Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak di masyarakat?

       C. TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian dari Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak.
2.      Mengetahui manfaat Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak di masyarakat.
3.      Mengetahui contoh-contoh Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak di masyarakat Indonesia.

 BAB II
PEMBAHASAN  

     A.  Pengertian Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak
Menurut Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE – 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, menyatakan bahwa: “Ekstensifikasi wajib pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak”. Indikator ekstensifikasi perpajakan adalah:

1.      Wajib pajak terdaftar. 
2.    Penambahan jumlah wajib pajak terdaftar setiap tahun.

      3.    Peningkatan dengan adanya kegiatan pendataan objek pajak.
Ekstensifikasi dimulai dari proses pendataan dan pengawasan serta melakukan sosialisasi peraturan dan ketentuan yang berlaku terkait pajak daerah kepada para pelaku usaha yang usahanya menjadi objek pajak dan belum terdaftar dan tentunya belum melaksanakan kewajiban pajaknya ini dilakukan bertujuan agar pelaku usaha segera mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari ekstensifikasi pajak adalah kegiatan untuk mencari informasi terkait objek dan subjek pajak yang telah memenuhi syarat atau belum memenuhi syarat sebagai wajib pajak lalu dilakukan pengawasan serta pembinaan melalui media sosialisasi sampai mereka terdaftar sebagai wajib pajak.
Menurut Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE – 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, menyatakan bahwa: “Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak”. Indikator intensifikasi perpajakan adalah:

  • Penyuluhan pembayaran administrasi pajak daerah.

  • Penambahan unit-unit pembantu.

  • Peningkatan pelayanan pembayaran pajak secara jabatan.

Dalam intensifikasi pajak, terdapat tiga istilah terkait intensifikasi ini yaitu mapping atau pemetaan, profiling atau pembuatan profil dan benchmarking atau pembandingan. Ketiga kegiatan ini didukung dengan kegiatan pengumpulan data baik dari internal Direktoral Jendral Pajak maupun dari eksternal Direktorat Jendral pajak.
Maka dapat disimpulkan bahwa intensifikasi pajak adalah kegiatan yang dilakukan untuk menambah jumlah penerimaannya dari wajib pajak yang sudah terdaftar sebagai wajib pajak. Dan pelaksanaannya dimulai dengan pembinaan, sosialisasi, pengawasan, sekaligus melakukan pemeriksaan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Ektensifikasi pajak bertujuan untuk memperbanyak wajib pajak baik wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan usaha untuk menambah jumlah pembayaran pajak atau wajib pajak yang terutama memiliki nomor pokok wajib pajak.
Tujuan dari intensifikasi pajak adalah mengintensifkan semua usahanya dalam peningkatan penerimaan pajak dari sisi ektensifikasi pajak pemerintah melakukan perubahan ketentuan peraturan untuk memperluas cakupan subyek dan objek pajak.
Dalam hal bertambahnya jumlah wajib pajak dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, bahkan tidak jarang disuatu wilayah telah dilakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak tidak menghasilkan apa-apa karena diwilayah tersebut semua wajib pajak telah terdaftar dan memiliki nomor wajib pajak.

    B. Manfaat Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak
Manfaat Ekstensifikasi pajak adalah untuk memperbanyak wajib pajak, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan usaha, dan untuk menambah jumlah pembayaran pajak atau wajib pajak yang terutama memiliki nomor wajib pajak. Sehingga dapat membiayai pengeluaran Negara untuk kesejahteraan masyarakat.
Manfaat Intensifikasi adalah untuk memperbaiki sistem yang terbengkalai dan hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan memperbaiki administrasi juga pengawasan pegawai dan perbaikan pada Undang-Undang.
Keduanya jenis kegiatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak ini bermanfaat untuk meningkatkan penerimaan pajak dan dapat mencapai target sekaligus bisa menaikkan angka Tax Ratio[2] Negara. Sesuai dengan fungsi retribusi pendapatan yaitu pajak digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum. Termasuk untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat.

    C.  Contoh Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak
Contoh yang berkaitan dengan proses Ekstensifikasi dan Intensifikasi pajak adalah :
1.      Adanya koordinasi dengan aparat pajak dan pemerintah daerah. “Koordinasi ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan” antara pihak pajak dengan pemerintah provinsi.
2.      Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak juga mempengaruhi investasi. Sejumlah fraksi di DPR mengingatkan, ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yang tidak proporsional, tidak adil dan tidak transparan yang dilakukan pemerintah saat ini bisa menyebabkan berkurangnya minat investor untuk menanamkan modal, bahkan menyebabkan investor lari meninggalkan Indonesia.
3.      Ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah. kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak, hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan penerimaan pajak dapat melaksanakan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan.
4.      Contoh lain dalam petani, kegiatan Intensifikasi digunakan dalam mengoptimalkan produksi padi dengan lahan yang sudah ada, caranya adalah dengan mengoptimalkan pemupukan, pengairan, dan pembasmi hama.
5.      Program Intensifikasi pemerintah dalam rangka IT based untuk administrasi yang biasa disebut sebagai digitalisasi untuk mencapai target pajak tahunan.




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pajak adalah iuran wajib kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh Wajib Pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE – 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, menyatakan bahwa: Ekstensifikasi wajib pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak.
Manfaat Ekstensifikasi pajak adalah untuk memperbanyak wajib pajak, sedangkan manfaat Intensifikasi adalah untuk memperbaiki sistem yang terbengkalai. Keduanya jenis kegiatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak ini bermanfaat untuk meningkatkan penerimaan pajak dan dapat mencapai target sekaligus bisa menaikkan angka Tax Ratio Negara.
Contoh yang berkaitan dengan proses Ekstensifikasi dan Intensifikasi pajak adalah ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi pajak penghasilan orang pribadi , mempengaruhi investasi, dan memberi pengaruh terhadap penerimaan pajak daerah.

DAFTAR PUSTAKA

http://nitayudisti.blogspot.co.id/p/ekstensifikasi-intensifikasi-pajak_31.html?m=1
Bohari. 1999. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


[1] Prof. Dr. PJA. Adriani (pernah menjadi Guru Besar pada Universitas Amsterdam)
[2] Perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Dosmestik Bruto (PDB) suatu Negara.

Makalah Hukum Perbankan Kliring


BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar belakang
Didalam kehidupan sehari-hari masyarakat memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan dalam bertransaksi yang semakin meningkat seiring dengan globalisasi perekonomian dunia. Para penjual yang menginginkan usahanya terus berkembang dengan cara pembayaran yang dilakukan bermacam-macam. Karena cara pembayaran yang bermacam-macam membuat bank memiliki inisiatif  untuk mempermudah cara pembayaran yang akan dilakukan oleh penjual dan pembeli. Salah satu fungsi utama dari bank adalah melakukan pertukaran uang dalam bertransaksi. Mekanisme pembayaran yang lebih dari satu pihak ke pihak yang lainnya jika kedua belah pihak memiliki rekening yang sama akan mempermudah proses transaksi dan jika pembayaran dilakukan dengan rekening yang berbeda atau tidak berada disatu daerah maka proses transaksi akan lebih susah.
Cara penyelesaian utang piutang yang menyangkut pada bank akan memerlukan biaya yang besar, tenaga yang kurang efektif dan juga memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan demikian cara kegiatan operasional perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, muncul suatu gagasan untuk membentuk lembaga kliring yang kemudian diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral (pada tanggal 7 Maret 1967). Dengan adanya lembaga kliring, masalah seperti waktu pertemuan, tempat, siapa yang hadir, besarnya dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian utang piutang dan sebagainya, telah ditentukan dan diorganisir. Tujuan yang diinginkan dari terbentuknya lembaga kliring adalah untuk memajukan atau memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Dengan demikian, perhitungan utang piutang diharapkan dapat dilakukan secara mudah, cepat, aman, dan efisien.
Kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data elektronik antar bank atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran. Adapun sistem kliring antar bank meliputi sistem kliring domestik dan lintas Negara.
Pengaturan sistem kliring lintas Negara mencakup antara lain :
  • Penetapan persyaratan bagi Bank Indonesia atau bank dalam keanggotaan pada sistem kliring yang bersifat regional atau internasional.
  • Pengaturan mengenai kesepakatan antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai penyelenggara sistem pembayaran dengan bank sentral atau lembaga penyelenggara sistem pembayaran Negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kliring penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.
B.         Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.            Apa Pengertian Kliring?
2.            Apa saja Jenis-Jenis Kliring?
3.            Siapa saja Peserta Kliring?
4.            Bagaimana Mekanisme Kliring?
5.      Bagaimana Pengaturan Transaksi Kliring menurut UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan?
6.            Bagaimana Peran Bank di dalam Kliring?
C.         Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan adalah untuk: menerangkan tentang pengertian kliring, peserta kliring, jenis-jenis kliring, mekanisme kliring dan semua yang bersangkutan dengan kliring.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kliring
Kliring adalah Perhitungan utang-piutang antara para peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan. Kliring adalah sarana perhitungan warkat antar Bank yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kliring adalah Sarana perhitungan utang-piutang antar bank dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang guna memperlancar.lalulintas pembayaran yang terdiri dari pengiriman uang, inkaso dan pembukaan letter of credit.
Kliring adalah perhitungan utang piutang antara para peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Kliring ialah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antara peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Data Keuangan Elektronik (DKE) adalah data transfer dana dalam format elektronik yang digunakan sebagai dasar perhitungan dalam SKNBI. SKNBI merupakan singkatan dari Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yaitu Sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.    


Dalam pelaksanaan kliring tentu saja Bank Indonesia memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tersebut yaitu memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral, merupakan alternatif pelayanan jasa transfer dana yang kompetitif dengan cara mempermudah dalam melakukan perhitungan, dan penyelesaian utang piutang secara aman, cepat dan efisien, serta merupakan salah satu pelayanan bank kepada para nasabah-nasabahnya.

  1. Jenis-Jenis Kliring
Ada tiga jenis-jenis kliring yang ada di perbankan yaitu:
  1. Kliring umum adalah perhitungan warkat antar bank, diatur oleh Bank Indonesia.
  2. Kliring lokal adalah perhitungan warkat antarbank yang masih dalam satu wilayah.
  3. Kliring antar cabang adalah perhitungan warkat antar bank yang masih dalam satu wilayah cabang bank peserta.
A.        Peserta Kliring
Bank yang dimaksud peserta kliring adalah bank umum yang berada dalam wilayah kliring tertentu dan tidak dihentikan kepesertaannya dalam kliring oleh Bank Indonesia sebuah bank dapat dilarang untuk mengikuti kliring karena berbagai alasan. Pada dasarnya alasan tersebut berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap bank Indonesia atau ketidak mampuannya untuk menyelesaikannya kewajiban giral.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu bank umum agar dapat menjadi peserta kliring yaitu:
  1. Suatu kantor Bank umum diwajibkan ikut serta dalam kliring setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia
  2. Mempunyai ijin usaha yang sah
  3. Keadaan administrasi dan keuangan memunginkan bank itu untuk memenuhi kewajibannya dalam kliring
  4. Simpanan masyarakat dalam bentuk giro dan klonggaran tarik kredit yang diberikan oleh kantor tersebut telah mencapai sekurang kurangnya 20% dari syarat modal setelah disetorkan minimum bagi pendirian bank baru.
  5. Menyetorkan jaminan kliring sebesar 50% rata- rata kewajiban 20 hari terakhir dikurangi 40% rata-rata tagihan harian 20 hari terakhir. Kewajiban ini hanya berlaku bagi kantor bank yng baru direhabilitasi. Jaminan kiring ini berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penyetoran. Kewajiban menyetor jaminan kliring ini tidak berlaku bagi peserta tidak langsung atau peserta pindahan wilayah kliring.
  6. Bank peserta menunjukkan minimal orang wakil tetap pada lembaga kliring. Pemberitahuan mengenai wakil tetap ini disampaikan secara tertulis kepada bank Indonesia dengan dilampirkan contoh tanda tangan dan paraf wakil-wakil tersebut.​
Peserta  kliring  dapat  dibedakan  menjadi  dua  macam  :
1.      Peserta langsung, yaitu : bank-bank yang sudah tercatat sebagai peserta kliring dan dapat memperhitungkan warkat atau notanya secara langsung dengan BI atau melaui PT Trans Warkat sebagai perantara dengan BI.
Contoh :  Bank  Retail,  Bank  Devisa
2.      Peserta tidak langsung, yaitu: bank-bank yang belum terdaftar sebagai peserta kliring akan tetapi mengikuti kegiatan kliring melalui bank yang telah terdaftar sebagai peserta kliring.
Contoh :  BPR
B.         Mekanisme Kliring
Pertemuan kliring dilakukan dalam dua tahap yaitu :
1.          Kliring Penyerahan
Kliring Penyerahan adalah bagian dari suatu siklus Kliring guna memperhitungkan warkat dan atau DKE yang disampaikan oleh Peserta. Dalam kliring penyerahan, peserta kliring akan menyerahkan warkat-warkat/DKE kliringnya baik warkat/DKE debet maupun warkat/DKE kredit kepada penyelenggara/peserta lawan transaksinya (lazimnya disebut dengan warkat/DKE keluar (outward clearing) serta menerima warkat/DKE debet maupun kredit dari penyelenggara/peserta lawan transaksinya (lazimnya disebut warkat/DKE masuk (inward clearing).
Atas dasar penyerahan warkat/DKE kliring dimaksud, Penyelenggara akan melakukan perhitungan kliring sehingga dapat menghasilkan Bilyet Saldo Kliring dan berbagai bentuk laporan kliring yang dapat berguna bagi penyelesaian akhir transaksi kliring ke rekening giro bank di Bank Indonesia dan pembukuan transaksi kliring ke rekening nasabah bank.Kegiatan yang perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kliring penyerahan adalah :
  • Warkat di cap yang memuat sebutan “kliring” dan dicantumkan nomor kode kelompok peserta
  • Persetujuan penyelenggara dan peserta lain
Langkah-langkah selanjutnya adalah :
a.      Warkat-warkat dikelompokkan sesuai peserta. Warkat-warkat tersebut dapat digolongkan menjadi :
a)      Warkat kliring yang diserahkan oleh masing-masing peserta, yaitu :
v  Nota Debet Keluar yaitu warkat yang disetorkan oleh nasbah suatu bank untuk keuntungan rekening nasbah tersebut.
v  Nota Kredit Keluar yaitu warkat pembebanan ke rekening nasabah yang menyetorkan untuk keuntungan rekening nasabah bank lain.
b)      Warkat kliring yang diterima dari peserta lain, yaitu :
v  Nota Debet Masuk yaitu warkat yang diserahkan oleh peserta lain atas beban nasabah bank yang menerima warkat.
v  Nota Debet Keluar yaitu warkat yang diserahkan oleh peserta lain untuk keuntungan nasabah bank yang menerima warkat.
b.            Warkat debet dan kredit dirinci nilai nominalnya dalam suatu daftar.
c.             Nilai nominal dan banyaknya warkat dalam daftar kliring di jumlahkan.
d.      Serah terima warkat kliring yang telah ditandatangani oleh wakil peserta kliring
e.      Apabila terjadi perbedaan pendapat mengenai dapat tidaknya warkat diperhitungkan dalam kliring, maka keputusan akhir diserahkan kepada penyelenggara.
f.       Penyusunan neraca kliring penyerahan yang ditandatangani dan dibubuhi nama peserta kliring dengan jelas.
g.      Wakil peserta kliring kembali ke bank masing-masing untuk menentukan layak tidaknya warkat-warkat yang diterima dari bank lain untuk diselesaikan.
2.          Kliring Pengembalian (Retur)
Kliring Pengembalian adalah bagian dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat dan atau DKE debet kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya.
Contoh Mekanisme Kliring :
Terdapat 2 buah bank umum nasional yaitu SITIBANK dan KARMANBANK. Keduanya memiliki asset yang sama-sama disimpan disuatu tempat yakni Bank Indonesia. Seluruh asset yang di simpan di BI disebut Rekening Koran (R/K pada BI). BI mencatat R/K SITIBANK dan R/K KARMANBANK pada kolom Liability (kredit). Kedua bank pun memiliki pembukuan yakni R/K pada BI dicatat di sisi Asset dan disisi Liability terdapat tabungan, giro, deposito, dan simpanan masyarakat lainnya.
Sebuah kasus misalnya : SITIBANK memiliki seorang nasabah yang bernama Gino, ia mengirimkan cek sebesar Rp. 10 jt kepada Atun nasabah KARMANBANK. Atun mencairkan cek tersebut di KARMANBANK, lalu KARMANBANK melakukan perubahan pembukuan menjadi R/K pada BI dicatat di kolom debet dan tabungan Atun Rp. 10 jt dikolom kredit.  Begitu pula SITIBANK melakukan perubahan pembukuan pada rekening Gino menjadi Giro Gino pada kolom Debet danR/K pada BI dikolom Kredit. Proses pemindahn giro berupa cek dari bank lain disebut Pinbuk Kredit. PadaBI R/K SITIBANK danR/K KARMANBANK dicatat disisi Liability. Lalu karena KARMANBANK mengirimkan surat ke SITIBANK melalui BI yang disebutNota Debet Keluar, maka terjadi perubahan jumlahR/K KARMANBANK di BI menjadi bertambah, kemudian SITIBANK menerima surat dari KARMANBANK melalui BI yang menyatakan bahwa sudah terjadi transaksi pencairan cek sebesar Rp. 10 jt dari nasabah Gino kepada Atun nasabah KARMANBANK, surat tersebut adalah Nota Debet Masuk, lalu SITIBANK melakukan perubahan rekening pada BI menjadi berkurang.
C.         Transaksi kliring
Transaksi kliring diatur dalam UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu diproses melalui fasilitas Kliring meliputi transfer debet dan transfer kredit yang disertai dengan pertukaran fisik warkat, baik Warkat Debet maupun warkat kredit. Berikut adalah penjelasannya:
1.          Warkat
Warkat adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban atau untuk untung rekening nasabah atau bank melalui kliring. Warkat yang dapat diperhtungkan dalam kliring otomasi adalah:
a.            Cek
Cek adalah surat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) meliputi cek dividen, cek perjalanan, cek cinderamata, dan jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam kliring disetujui oleh Bank Indonesia.
b.            Bilyet Giro
Bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia.
c.            Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT)
Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT) adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.
d.            Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT)
Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT) adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank peserta penerima dana transfer melalui kliring lokal.
e.            Warkat Debet
Warkat Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk untung bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut. Warkat debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh bank yang menyampaikan warkat debet kepada bank yang akan menerima warkat debet tersebut.
f.             Warkat Kredit
Warkat Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk untung bank ata nasabah bank yang menerima warkat tersebut.
2.          Dokumen Kliring
Merupakan dokumen yang berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring ditempat penyelenggara.Dokumen kliring terdiri dari:
a.            Bukti penyerahan warkat debet kredit penyerahan ( BPWK)
b.            Bukti Penyerahan Warkat Kridit Kliring Penyerahan ( BPWK)
c.            Kartu Bach Warkat Kridit
d.            Kartu Bach Warkat Debet
e.            Lembar Substitusi
3.          Formulir Kliring
Formulir yang digunakan untuk proses perhitungan kliring lokal dengan manual meliputi:
a.      Neraca kliring penyerahan/pengembalian. gabungan formulir ini disediakan oleh penyelenggara dan digunakan oleh penyelenggara untuk menyusun rekapitulasi neraca kliring penyerahn/pengembalian.
b.      Neraca kliring penyerahan/pengembalian. Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan oleh peserta untuk menyusun neraca kliring penyerahan/pengembalian atas dasar daftar warkat kliring penyerahan/pengembalian.
c.      Bilyet saldo kliring. Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan digunakan oleh peserta untuk menyusun bilyet saldo kliring berdasarkan neraca kliring penyerahan dan neraca kliring pengembalian.
D.        Peran Bank Indonesia Dalam Kliring
Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal yakni mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Hal ini mengandung dua aspek yakni kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi; serta kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar. Dari segi pelaksanaan tugas dan wewenang, Bank Indonesia menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi melalui penyampaian informasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media massa setiap awal tahun mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter, dan serta rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter pada tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan DPR sesuai dengan amanat Undang-Undang."
Salah satu tugas bank indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dibidang sistem pembayaran, Bank Indonesia merupakan satu satunya lembaga keuangan diindonesia yang mempunyai wewenang untuk memgeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarika dan memusnaakan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga sistem pembayaran Bank Indonesia juga berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, seperti sistem transfer, dana, baik yang bersifat real time maupun kliring ataupun sistem pembayaran lain.
Yang berkaitan dengan sistem kliring yaitu:
a.            Mengatur  Sistem Kliring Antar Bank
Sistem kliring antar bank meliputi sistem kliring domestik dan sistem lintas negara. Pengaturan kedua sistem ini mencakup antara lain:
  • Penetapan persyaratan bagi bank indonesia atau bank dalam keanggotaan pada sistem kliring yang bersifat regional ataupun internasional.
  • Mengatur mengenai kesepakatan antar Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai penyelenggarra sistempembayaran dengan baik dan sentral/atau lembaga penyelenggaraan sistem pembayaran negara lain yang berkaitan denganpelaksanaan kliring dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran anter bank.
b.            Mengatur  Pokok- Pokok Ketentuan kliring
Pokok-pokok ketentuan dalam kliring yang diatur oleh bank Indonesia adalah:
  • Jenis penyelenggaraan kliring yang dapat dilaksanakan pihak lain yang sudah mendapatkan persetuan oleh Bank Indonesia
  • Persyaratan dan bentuk hukum piyhak lain yang dapat menyelenggarakan kliring
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kliring adalah perhitungan utang piutang antara para peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral.
Ada tiga jenis-jenis kliring yang ada di perbankan yaitu kliring umum, kliring lokal dan kliring antar cabang. Mekanisme kliring terdiri dari dua yaitu kliring penyerahan adalah bagian dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat dan atau DKE yang disampaikan oleh Peserta dan Kliring Pengembalian adalah bagian dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat dan atau DKE debet kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya.
Transaksi yang diproses melalui fasilitas Kliring meliputi transfer debet dan transfer kredit yang disertai dengan pertukaran fisik warkat, baik Warkat Debet maupun warkat kredit. Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal yakni mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Hal ini mengandung dua aspek yakni kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi; serta kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Kasmir. 2002. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Sawitri, Peni dan Eko Hartanto, 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Universitas Gunadarma, Jakarta
Muhammad Djumhana, 2008. Asas-asas Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.

Internet:
http://edywidianto.blogspot.com/2011/03/definisi-kliring.html
http://mnurisya.blogspot.com/2011/10/pengertian-kliring_26.html
http://http://www.bi.go.id
http://www.wikipedia.org